Strategi Penciptaan Single Identity Number

Secara teori, tidak ada masalah dalam soal kependudukan. Seandainya pemerintah suatu negara diberikan kesempatan mengatur secara keseluruhan aspek kependudukan sejak awal, dengan menggunakan helicopter view, maka pemerintah dengan mudah melakukan manajemen kependudukan yang teratur. Tapi ini hanya ada dalam teori. Kenyataannya, sistem kependudukan dan pemerintahan suatu negara terus berkembang sejak negara tersebut berdiri. Semakin banyak jumlah penduduk, semakin tersebarnya mereka secara geografis dan semakin banyak instansi pemerintah, akan semakin kompleks dan rumit pula masalah kependudukan. Itulah yang terjadi di Indonesia saat ini.

Indonesia memiliki lebih dari 18 ribu pulau dengan populasi tak kurang dari 210 juta orang. Mereka tersebar di seluruh nusantara, dari kota sampai desa, dari lembah hingga ngarai dan dari gunung-gunung hingga yang terisolir. Sebagai individu, setiap warga negara merupakan sosok yang unik. Mereka memiliki karakteristik yang khas, berbeda antara yang satu dengan yang lain. Inilah yang membuat kebutuhan antar individu itu berbeda. Tanpa mengetahui kebutuhan setiap individu, sulit bagi pemerintah untuk menciptakan mekanisme pelayanan publik yang sesuai dan tepat sasaran.

Dari situlah masalah mulai muncul. Sebab, dalam konteks bernegara, masing-masing individu pasti memiliki beragam aktivitas yang terkait dengan aspek budaya, ekonomi, politik dan sosial. Pemerintah ditantang untuk bisa memberikan pelayanan terbaiknya agar masyarakat dapat melakukan kegiatan kesehariannya secara efektif, efisien dan terkontrol dengan baik. Tantangan inilah yang membuat sejumlah besar unit pemerintah, apakah itu departemen, kementerian, lembaga, badan usaha atau yang lain, merencanakan dan membangun beragam perangkat teknologi untuk membantu pelayanan publik.

Kegairahan itu tidak melulu berlangsung di pusat, tapi juga menular ke daerah-daerah. Sejalan dengan otonomi daerah, pemerintah propinsi dan kabupaten/kota berlomba-lomba memberikan pelayanan terbaik buat masyarakatnya melalui dukungan perangkat teknologi, yang meliputi perangkat keras (komputer, jaringan, infrastruktur), perangkat lunak (aplikasi, database, sistem operasi) dan perangkat manusia (user, vendor dan manajemen). Sistem informasi (SI) yang dibangun sangat terkait dengan visi dan misi yang dicanangkan. Artinya, beragam layanan yang disediakan untuk masyarakat tergantung sektor, tanggung jawab dan sasaran yang diemban.

Akumulasi dari pembangunan SI itu, kini di Indonesia telah terbentuk ribuan “kepulauan sistem informasi nasional” dengan kematangan konsep dan teknis yang beragam. Menurut Deputi Bidang Jaringan Komunikasi dan Informasi, Kantor Menkominfo Cahyana Ahmadjayadi, di Indonesia saat ini ada 37 departemen dan 24 lembaga pemerintah non departemen. Di luar itu, masih ada 32 propinsi dan 317 pemerintah kabupaten/kota. Rata-rata lembaga-lembaga ini membangun SI sesuai sektor dan bidang masing-masing. Jadi, bisa dibayangkan betapa banyak pulau SI yang ada di Indonesia.

Konsep Ideal SIN
DEBAT mengenai konsep Single Identity Number (SIN) dalam kerangka e-Government di Indonesia sering digelar. Namun, hal itu masih jauh dari selesai. Menurut Dr. Alexander Rusli, banyak masalah yang sampai hari ini masih menjadi pertanyaan:

# Instansi mana yang memiliki dan berhak menentukan SIN?


# Apakah SIN merupakan komponen data yang seharusnya dimiliki Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah?


# Bagaimana aturan main dan prosedur perubahan data yang berhubungan dengan dimensi lain SIN, seperti NPWP, Nomor Paspor, Nomor Pemilih, khususnya dalam konteks hubungan antar instansi?


# Secara teknis, siapakah yang berhak mengelola SIN dan data lainnnya yang terkait dengan SIN? Apakah manajemen data tersebut dapat dialihdayakan ke pihak ketiga, seperti halnya di perbankan?


# Dalam situasi banyak instansi yang merasa berhak atas SIN karena masing-masing sudah memiliki sistem yang berjalan, bagaimana langkah penyelarasan terbaik untuk masa dtang? Apakah sistem lama perlu diganti total? Apakah perlu ada sistem baru yang mengintegrasikan sistem yang lama?

Untuk mengembangkan sistem SIN, ada beberapa prinsip universal yang perlu diperhatikan. Prinsip-prinsip itu merupakan hasil observasi berbagai sistem SIN di berbagai negara.
# SIN merupakan identifikasi yang unik dalam arti sebenarnya. Tidak hanya unik dalam konteks tertentu, tapi juga batasan negara.


# Kombinasi nomor identifikasi SIN dapat berkembang tanpa adanya risiko duplikasi dan formatnya harus dapat secara fleksibel digunakan dalam sistem yang dikembangkan secara paralel.


# Format SIN dapat menjadi dasar, dimana dimensi lainnya dapat ditempelkan.


# Format identifikasi SIN harus mudah diingat karena akan digunakan dalam berbagai sistem.


# SIN tersimpan dalam suatu sistem yang dapat dengan mudah dan aman diambil dan digunakan oleh sistem lainnya dalam tatanan e-Government.


Prinsip-prinsip ideal sebuah SIN itu sering diangkat dalam berbagai forum. Sayangnya, kata Alex, meski prinsip-prinsip itu secara de facto disetujui oleh berbagai instansi dan komponen pemerintah ketika melakukan survei ke berbagai negara yang e-Government-nya maju, sampai hari ini belum ada langkah-langkah konkrit untuk menyelesaikan masalah SIN. Quo vadis SIN Indonesia?•

Sumber : http://www.ebizzasia.com

0 comments:

Posting Komentar